Rabu, 17 Juni 2015

KEARIFAN LOKAL

Merantau sudah menjadi kebiasaan kebanyakan orang Makassar, sejak dulu sampai sekarang.


Ada sebuah Kebiasaan yang dipegang oleh masyarakat Makassar yang juga sudah menjadi adat para orang tua ketika melepas anaknya pergi merantau. Ketika seorang anak telah memutuskan berangkat merantau, para orang tua tidak membekali anak-anaknya dengan uang ataupun harta benda sebagai bekal. Tapi cukup dengan 3 ujung atau dalam bahasa Makassar disebut: TALLU CAPPA’.


Dalam pappasang to riolo (pesan para leluhur) dikatakan: “Nia tallu cappa’ bokonna to lampaiyya, iyamintu : Cappa’ lila, Cappa’ laso, Cappa’ badi’. (Ada tiga ujung yang harus menjadi bekal bagi orang yang bepergian, yaitu ujung lidah, ujung kemaluan, dan ujung badik).


"Kalo dikampungnya ko orang jaga baik-baik tiga ujung itu. Kau akan jadi untung atau merugi, tergantung bagaimana kau berperilaku dengan tiga ujung yang kau bawa.”


Lidah dan kemaluan sudah ada sejak lahir, sementara badik adalah diri kedua yang harus dimiliki setiap laki-laki Makassar saat mereka sudah balig. 


Merantau bagi orang Makassar berarti penaklukan, adaptasi, atau paling rendah bertahan di negeri orang dengan hidup tidak direndahkan. Tallu Cappa adalah tahapan dalam proses penaklukan, adaptasi atau bertahan tersebut. Dalam situasi apapun, ketiga ujung ini berperan menurut situasi dan kondisi.


Budaya Tallu Cappa sangat dikenal di kalangan orang Makassar sebagai falsafah hidup, beriringan dengan budaya siri’ na pacce (rasa malu dan kesetiakawanan) baik di tanah adat sendiri, terlebih di negeri orang. Tallu Cappa digunakan di banyak aspek kehidupan: sosial, politik, maupun ekonomi.



Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan Makassar, ujung lidah diartikan sebagai kecerdasan yang mencakup semua hal, baik kecerdasan emosional sampai kecerdasan spiritual, sehingga dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.


Sedangkan ujuang kemaluan, bisa diartikan bahwa dalam mencari jodoh, hendaklah mencari jodoh dari kalangan bangsawan, atau orang yang berpengaruh. Karena dengan demikian orang Makassar berharap memperoleh kedudukan dan peningkatan status sosial di tengah masyarakat.


Sementara ujung badik bermakna bahwa dalam pergaulan hendaklah menjaga harkat dan martabat sebagai orang Makassar yang menjunjung tinggi adat ‘Siri na Pacce’. Sekaligus bila menghadapi permusuhan, maka  di sinilah fungsi ujung yang terakhir, sebagai senjata pamungkas dan harga diri sebagai taruhan, dengan catatan bahwa kita dalam posisi yang benar.

1 komentar: